Materi Pendakian Gunung Lawu
Kamis, 03 Januari 2013
0
komentar
Gunung Lawu
Gunung Lawu (3.265
m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini
adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat
dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat
kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang
(solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan
Dipterokarp Atas, hutan
Montane, danhutan
Ericaceous. Gunung Lawu adalah
sumber inspirasi dari nama kereta apiArgo Lawu, kereta api eksekutif
yang melayani Solo Balapan-Gambir.
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo
Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak
tertinggi.
Di
lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata,
terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di
sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini
juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja Mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini
terletak Astana Giribangun, mausoleum untuk
keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.
Pendakian
Gunung
Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak
orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak
gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan.
Pendakian
standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang diTawangmangu,
Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan,
Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.
Pendakian
dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan
terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos
5.
Pendakian
melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah
tertata dengan baik.
Pendakian
melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih
nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih
cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya
cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata.
Jalur
dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru
direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh.
Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4.
Di
dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan. Jalur dari pos
4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di
pos2 terdapat watu gedhe yang dinamai
watu iris(karena seperti di iris).
Di
dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang
ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah
mendaki di siang hari karena medannya berat untuk pemula.
Di
atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu
.
Misteri gunung Lawu
Gunung
Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi
tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa.
Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga
Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah
merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang
menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon
gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan
erat dengan tradisi dan budaya Praja Mangkunegaran.
Setiap
orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak
tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun
perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Tempat-tempat
lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten,
Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat
Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.
Legenda gunung Lawu
Cerita
dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400
M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping
5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri
dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir
putra Raden
Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.
Raden
Fatah setelah dewasa agama islam berbeda
dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya
Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat
kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang
bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang
Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah
saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu
kedaton akan berpindah ke
kerajaan Demak.
Pada
malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia
Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada
akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua
orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem
yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun
pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat
itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku
harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa
Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan
membawahi semua mahluk
gaib dengan
wilayah ke barat hingga
wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga
Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan
Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan
gelar Kyai Jalak.
Tak
kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata
kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan
Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.
Singkat
cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di
Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang
karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang
hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.
0 komentar:
Posting Komentar